Jenis kelamin atau gender merupakan salah satu variabel demografi yang sangat menarik untuk dibahas, tulisan ini bertujuan untuk mengulas apakah terdapat pengaruh antara jenis kelamin dengan bisnis. Pada sensus penduduk tahun 2010 didapatkan data bahwa ternyata jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan untuk umur 0-19 tahun (BPS, 2010) yang dapat dilihat secara grafis melalui piramida penduduk (Gambar 1). Dengan asumsi bahwa tren akan terus berlanjut, hal tersebut berarti generasi muda Indonesia akan lebih banyak memiliki jenis kelamin laki-laki, yang tentu saja akan mempengaruhi bisnis secara umum.
Gambar 1. Piramida gender penduduk Indonesia berdasarkan sensus 2010. |
Brand Commitment
Brand Commitment sering dikaitkan sebagai brand loyalty, pada dasarnya keduanya merupakan sikap yang menghindari risiko. Perempuan lebih risk avoidance daripada laki-laki, sehingga perempuan cenderung untuk menggunakan merek produk yang sama apabila mereka sudah merasa nyaman. Hal itu ternyata sudah ada dalam gen perempuan yang sangat menghindari risiko (Tifferet dan Herstein, 2012). Oleh karena generasi muda Indonesia akan lebih banyak laki-laki berdasarkan sensus 2010, maka kekuatan merek perusahaan akan berkurang, karena laki-laki cenderung memiliki brand commitment yang lebih rendah daripada perempuan. Perusahaan tidak lagi dapat berlindung pada brand dan tetap harus selalu meluncurkan berbagai macam produk yang berkualitas, hal itu membuat brand perusahaan harus terus selalu meluncurkan beraneka produk yang unggul agar dapat mempertahankan eksistensinya.
Hedonic Consumption
Hirschman dan Holbrook (1982) secara baik mendefinisikan hedonic consumption sebagai aspek perilaku konsumen yang berhubungan pada multiindrawi, fantasi, dan aspek emosi dari pengalaman seseorang dengan produk. Hedonic consumption lebih mudah dijelaskan dengan kepuasan seseorang dengan belanja. Gen laki-laki mencari kepuasan dengan berburu dan membunuh buruan, sedangkan perempuan mencari kepuasan dengan berbelanja. Bagi perempuan berbelanja merupakan suatu rekreasi dan cara untuk menghabiskan waktu luang. Dapat dibayangkan pusat perbelanjaan pada masa yang akan datang akan mengalami penurunan kunjungan walaupun tidak terlalu signifikan karena jumlah penduduk laki-laki sedikit lebih besar daripada perempuan. Namun hal tersebut tentu saja sedikit banyak mempengaruhi strategi pemasaran perusahaan.
Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
Pembelian impulsif adalah keinginan tiba-tiba dan kuat untuk membeli suatu produk yang pada awalnya orang tidak memiliki rencana atau keinginan untuk membeli produk tersebut. Pembelian impulsif erat kaitannya dengan hedonic consumption. Pembelian impulsif erat kaitannya dengan cara perempuan untuk mendapatkan kepuasan dengan cara berbelanja, pembelian impulsif merupakan cara untuk mengembalikan kondisi emosi dan stress perempuan ke kondisi normal. Indera penglihatan, penciuman, sentuhan, dan perasa merupakan indera yang biasa dirangsang untuk meningkatkan pembelian impulsif, sehingga toko-toko memperbolehkan produk untuk disentuh, dicoba, dicium oleh perempuan agar mereka melakukan pembelian impulsif. Pembelian impulsif laki-laki tentu saja lebih rendah daripada perempuan, sehingga ketika jumlah penduduk laki-laki menjadi lebih banyak, perusahaan seharusnya dapat menyesuaikan strategi pemasaran agar tetap dapat menjual lebih banyak.
Internet dan Belanja Online
Belanja dengan sistem online memang sedang marak pada saat ini, ternyata juga terdapat perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan dalam hal belanja online. Oleh karena hedonic consumption dan pembelian impulsif, perempuan tidak menyukai belanja dengan sistem online, perempuan lebih suka untuk belanja secara konvensional ke pusat perbelanjaan dimana mereka ingin rekreasi dan memperoleh kepuasan dengan menyentuh, merasakan, mencium, dan melihat produk yang akan mereka beli. Terlebih lagi perempuan seringkali merasa canggung dan tidak biasa dengan internet, sehingga penggunaan internet perempuan lebih rendah dari laki-laki (Zhang, 2005). Lain halnya dengan laki-laki yang lebih menyukai belanja online daripada perempuan (Hasan, 2010). Fakta tersebut membuat bisnis harus segera bersiap untuk memasuki era digital, karena pada masa yang akan datang jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada perempuan.
Berdasarkan uraian tersebut, strategi perusahaan ke depan sebaiknya ikut memperhitungkan konsumen laki-laki yang "mayoritas", hal tersebut sebenarnya sudah terlihat mulai dari sabun, shampoo, pembersih wajah, parfum, kosmetik, dll yang mulai banyak versi "for men," serta tumbuhnya toko online.
"It’s tough when markets change and your people within the company don’t." – Harvard Business Review
Sincerely,
Enrico
Tidak ada komentar:
Posting Komentar